Nilai-Nilai Kebudayaan Jamu Rumahan Desa Nguter
Oleh : Nurani Dewi, Nurindah Wuriani, Patrisia Devitasari, Rizky Ramadhani
Perawakan Pak Slamet hari itu nampak masih gagah meskipun umurnya sudah berkepala enam. Rumahnya terlihat cukup besar diantara tetangganya. Perlengkapan isi rumahnyapun tergolong modern, jauh dari kesan ndesa. Dua buah mobil yang terparkir di halaman depan rumahnya cukup menggambarkan keadaan ekonomi Pak Slamet saat ini. Di halaman rumahnya, terlihat beberapa bahan baku pembuatan jamu yang sedang dijemur. Pak Slamet Riyadi adalah salah satu pengusaha jamu dari Desa Nguter, yang terbilang cukup sukses membawahi usaha jamu rumahan merek Kresna. Pada mulanya, usaha jamu rumahan milik keluarga Pak Slamet dimulai dengan skala kecil oleh pendahulunya kemudian baru diwariskan kepada beliau. Seiring berjalannya waktu, usaha jamu rumahan milik keluarganya berkembang hingga membawa Pak Slamet menjadi salah satu pengusaha jamu yang terbilang cukup sukses. Kesuksesannya yang kini diikuti oleh para tetangganya merupakan proses panjang hasil keuletan selama ini mengurus usaha jamu rumahan.
Desa Nguter di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah merupakan salah satu desa yang memiiliki beberapa rumah produksi jamu serta sentra distribusi jamu rumahan. Usaha produksi jamu rumahan di desa nguter pada mulanya dipelopori oleh beberapa rumah produksi. Diantara rumah produksi tersebut, yang paling terkenal antaralain Sabdopalon, Joglo, Wisnu, dan Kresna. Usaha jamu rumahan di Desa Nguter dimulai sekitar tahun 1965, kemudian berkembang pada tahun 1977 seiring terbentuknya wadah Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) di Sukoharjo. Meskipun Desa Nguter merupakan salah satu desa sentra produksi jamu, hanya segelintir orang saja yang menggeluti usaha produksi jamu. Kebanyakan dari masyarakat lebih memilih menjadi distributor hasil produksi jamu rumahan besar saja, dengan membuka toko skala kecil. Toko-toko tersebut dapat dijumpai di Pasar Nguter, sentra distribusi jamu rumahan desa Nguter.
Salah satu produk usaha jamu Sabdo Palon dari Nguter
Meskipun usaha jamu di Desa Nguter tergolong stabil, bukan berarti tanpa ancaman. Serangan obat-obatan moderen, serta maraknya jamu dengan kandungan berbahaya, menjadi ancaman terbesar para pengusaha jamu saat ini. Tidak hanya itu, ketersediaan bahan baku jamu juga kerap menjadi kendala utama terhambatnya proses produksi jamu. Bahan baku yang saat ini makin sedikit jumlahnya di pasaran, seiring berkurangnya lahan tanam dan perubahan musim menjadi penyebab terhambatnya pasokan bahan baku produksi. Dalam kondisi yang serba sulit ini, para pengusaha jamu dituntut untuk mampu menyiasatinya. Bertahan dan berkembangnya usaha jamu di Desa Nguter bukanlah tanpa alasan. Kemampuan bertahannya usaha jamu rumahan di Desa Nguter ini ditopang oleh sikap jujur, pekerja keras, dan pantang menyerah para pengusahanya.
Menjadi pengusaha jamu berarti siap menghadapi segala resiko terburuk apapun terhadap usahanya. Jamu tidak laku merupakan resiko yang paling sering dihadapi oleh para pengusaha jamu. Tidak heran sering kali jamu yang tidak laku terjual, harus dibuang begitu saja. Jangankan untuk berharap mendapatkan untung, acap kali justru para pengusaha jamu ini harus menerima kerugian yang cukup besar.
Masalah seperti itu sudah biasa dihadapi oleh para pengusaha jamu. Hal semacam itu pantang dijadikan alasan untuk berhenti berusaha. Pak Slamet 67 tahun misalnya, tidak mau ambil pusing dengan masalah semacam itu. Menurut beliau, untung ruginya usaha jamu yang beliau jalani, sepenuhnya diserahkan kepada Yang Maha Kuasa. “Manusia itu tugasnya hanya berusaha semaksimal mungkin, lalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa,” ujarnya sembari mengingatkan filosofi Jawa ‘nrima ing pandum’.
Nrima ing pandum secara tekstual berarti menerima segala sesuatu apa yang menjadi bagiannya. Menerima yang dimaksud bukan berarti menerima segala keadaan begitu saja, tetapi dengan kerja keras. Kerja keras dan pantang menyerah merupakan unsur dasar dalam sikap nrima. Apabila hasil kerja keras tidak seperti yang diharapkan, maka dengan besar hati manusia harus menerimanya. Kemudian diikuti sikap evaluasi diri, mengintrospeksi apa yang menjadi penyebab gagalnya suatu usaha.
Sikap nrima belakangan ini sering disalahartikan. Banyak orang berpikir bahwa nrima merupakan sikap pasrah tanpa usaha. Hal ini jelas keliru. Terkait dengan usaha jamu, para pengrajin jamu justru menyadari bahwa nrima adalah sikap percaya terhadap kekuatan diluar manusia yang turut menentukan jalan kehidupan. Tentu kekuatan yang dimaksud adalah kehendak Tuhan. Dengan adanya sikap nrima dalam diri seseorang, maka akan menumbuhkan sikap pantang menyerah, sabar, ikhlas, dan jujur. Sikap-sikap tersebut akan membentuk karakter manusia yang gigih dan kuat, seperti yang ditunjukan oleh para pengrajin jamu di Desa Nguter. Karakter demikianlah yang akan membawa usaha jamu di Nguter terus bertahan dan berkembang.
Dalam menjaga eksistensi usaha jamu ditengah ketatnya persaingan antar produsen, salah satu hal yang harus dijaga adalah kejujuran. Pepatah Jawa yang diterapkan dalam hal ini adalah becik ketitik ala ketara yang artinya ‘yang baik akan terlihat yang burukpun akan terlihat buruknya’. Kejujuran dalam konteks ini adalah kejujuran mengenai komposisi jamu yang diproduksi. Beberapa merk jamu, diduga tidak konsisten dalam mempertahankan racikan jamu mereka. Seperti contoh, penggantian gula asli dengan pemanis. Cara ini memang dapat menurunkan biaya produksi namun memberikan efek tidak nyaman pada tenggorokan pasca konsumsi. Jika pemanis buatan yang digunakan adalah jenis aspartam, mungkin masih aman dikonsumsi oleh konsumen karena aspartam tidak menimbulkan efek negatif selama penggunaannya sebagai pengganti gula.
Menurut kepala laboratorium biokimia pangan dan gizi IPB Prof.Dr.ir. Made Astawan MS mengatakan asparatam merupakan pemanis rendah kalori dengan kemanisan kurang dari 200 kali kemanisan gula (sukrosa). Keunggulan asparatam yaitu mempunyai energi yang sangat rendah, mempunyai cita rasa manis mirip gula, dan dapat digunakan sebagai pemanis pada makanan atau minuman pada penderita diabetes. Namun pemanis buatan yang digunakan oleh produsen jamu adalah jenis yang standartnya dibawah aspartan dan dijual dengan harga lebih murah namun dengan kualitas yang jauh lebih rendah. Setelah meminum jamu dengan pemanis buatan seperti itu, biasanya muncul rasa seperti serik dan gatal pada tenggorokan. Pada penderita dengan tenggorokan sensitif bisa menimbulkan batuk dan sakit tenggorokan. Bila hal ini terjadi terus-menerus maka tidak menutup kemungkinan konsumen beralih pada merk lain yang mempertahankan rasa gula asli dalam racikan jamunya.
Selain pemanis buatan, ada kasus lain yang patut untuk diwaspadai, yaitu desas-desus dicampurnya ramuan jamu beberapa merk dengan obat generik dengan dosis yang berlebihan. Sebagai contoh, untuk jamu pereda sakit kepala. Produsen yang tidak jujur mencampurkan obat sakit kepala buatan pabrik farmasi ke dalam jamu mereka. Obat semacam ini tentu lebih ampuh untuk menghilangkan sakit kepala sehingga jamu mereka pun lebih laku karena dianggap manjur menyembuhkan sakit kepala. Apalagi jika produsen memberikan dosis yang berlebihan pada satu bungkus jamu mereka. Misalnya, dosis normal sekali minum untuk obat sakit kepala adalah satu butir/ sekali minum. Untuk membuat jamu lebih manjur, produsen jamu meningkatkan dosis menjadi 150% -200%. Dengan kata lain, dalam satu bungkus jamu untuk sekali minum, telah dicampur 1 1/2 – 2 butir obat sakit kepala. Produsen yang curang tersebut semata-mata hanya memikirkan profit bagi usaha mereka namun tidak memikirkan efek jangka panjang yang mungkin diderita oleh konsumen.
Produsen jamu Joglo di solo sendiri mengaku tetap memepertahankan nilai kejujuran karena itu merupakan aspek yang sangat penting. Selain itu kejujuran sangat ditekankan sejak generasi awal jamu Joglo. Mereka mengedepankan kepentingan konsumen sehingga tidak mencampurkan bahan-bahan yang berbahaya dalam jamu produksi mereka. Hal tersebut dapat dilihat dalam transparansi mereka dalam produksi jamu. Pihak mereka tidak menolak bagi pihak yang ingin melihat proses produksi jamu mereka. Berbeda dengan beberapa produsen yang cenderung tertutup dan menolak memberikan keterangan mengenai proses produksi jamu.
Konsep Sedumuk Bathuk mempunyai makna yang sangat dalam. Sadumuk bathuk artinya selebar dahi. Meskipun hanya selebar dahi itu terdapat otak di mana kreasi, inovasi dan produksi manusia dikembangkan. Konsep ini digunakan oleh produsen jamu Joglo untuk menaikan pamor jamu, yaitu dengan melakukan sebuah kreativitas.
Kreativitas yang dilakukan berupa pembuatan berbagai macam jamu dengan khasiat yang baru. Penyakit jaman dulu denagna jaman sekarang sangatlah berbeda sehingga produsen Joglo membuat racikan jamu yang cocok dengan penyakit pada jaman sekarang seperti, jamu Sehat Wanita dan jamu untuk penyakit Diabetes.
Kretivitas tidak hanya melulu soal racikan dan khasiat jamu. Kemasan jamu Joglo juga mengalami perubahan. Sekarang kemasan jamu joglo lebih bagus dan rapi sehingga dapat menarik pelanggan jamu. Walaupun hal ini tidak terlalu mempengaruhi minat pembeli karena hal yang paling penting adalah khasiat dari jamu itu sendiri.
Usaha jamu yang bertahan sampai sekarang, tidak lain adalah warisan dari leluhur yang dilestarikan. Dengan mempertahankan tradisi, khasiat dan kualitas jamu dapat dipertahankan. Meskipun kreatifitas dan inovasi juga sangat dibutuhkan, namun ada hal-hal dari jamu ini yang tidak bisa ditinggalkan. Seperti contohnya racikan jamu yang sudah paten, sebaiknya tidak diubah-ubah agar khasiatnya tidak menurun.
Bisnis jamu bukan bisnis yang selalu lancar namun terkadang pasang surut mengikuti perkembangan zaman. Apalagi dizaman yang sedang musimnya obat herbal, maka produsen jamu pun harus bisa bersaing dengan obat – obatan modern. Tak sedikit produsen jamu yang gulung tikar karena tidak bisa bersaing dengan produk obat buatan pabrik farmasi lainnya. Obat modern yang sekarang banyak beredar dan resep dokter yang selalu memberikan obat membuat jamu kurang dipercaya lagi dimasyarakat, sehingga para produsen jamu perlu bersabar untuk mmproduksi jamu sekarang ini.
Selain itu dalam membuat jamu pun proses yang dilakukan cukup rumit. Dimulai dari pencarian bahan-bahn pokok yang sekarang sangat sulit ditemukan karena lahan untuk menanam bahan – bahan jamu sudah berkurang ditambah lagi musim dan cuaca yang turut menentukan kualitas bahan yang tak menentu.
Empon-empon saat dijemur, salah satu bahan baku produksi jamu
- Wani getih bakal merkulih
Seperti halnya membangun bisnis yang lain, membangun bisnis jamu juga membutuhkan sikap mental yang kuat. Salah satu sikap mental yang harus dimiliki adalah tidak mudah putus asa. Jika seseorang memegang prinsip wani getih bakal merkulih yang artinya ‘berani berdarah (berjuang dengan keras) akan mendapatkan hasil’ maka seseorang tidak mudah putus asa dalam berusaha. Dalam hal mengembangkan bisnis jamu tentunya muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Hambatan yang bisa menjadi masalah bagi produsen jamu diantaranya adalah:
- Bahan baku yang kualitas-nya tidak bagus
- Terbatasnya sinar matahari pada musim penghujan
- Persaingan dengan produsen lain
Untuk mengatasi tantangan tersebut, seseorang tidak boleh putus asa dan harus selalu bekerja keras dan senantiasa mempertahankan prinsip wani getih bakal merkulih.
Menjadi produsen jamu tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Produsen jamu Joglo memakai konsep bahwa siapa yang berani berdarah akan mendapat. Orang yang berani mengadu nasib dalam arti mau bekerja keras dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu pasti akan berhasil mendapatkan apa yang kita inginkan. Menjadi seorang produsen sangat diperlukan kerja keras dan ketelatenan . Kerja keras dan ketelatenan ini sangat diperlukan karena masalah yang dihadapi oleh produsen jamu cukup besar. Mulai dari bahan pokok yang sekarang sulit dicari, hal ini mengharuskan produsen jamu untuk lebih bekerja keras dalam mencari informasi dimanakah daerah yang masih memiliki bahan pokok jamu tersebut. Setelah menemukan daerah tersebut produsen harus meneliti apakah bahan tersebut termasuk dalam kualitas yang baik atau tidak. Jika kualitasnya kurang baik, produsen harus mencari daerah lain yang menghasilkan bahan pokok yang berkualitas baik karena bahan pokok sangat mempengaruhi khasiat jamu sendiri. Harga bahan pokok yang berkualitas baik juga relatif tinggi sehingga mengaharuskan produsen untuk menaikan harga jual jamu agar nantinya tidak sampai gulung tikar. Harga jamu yang naik ini membuat sebagian orang enggan untuk mengkonsumsi jamu lagi.
Selain masalah bahan pokok, masalah karyawan juga sering menjadi kendala. Terkadang produsen merasa kelebihan karyawan namun terkadang merasa kekurangan karyawan saat pesanan dan penjualan menurun. Masalah yang paling besar yang dialami para produsen jamu saat ini adalah jamu mulai tergeser dengan obat-obatan produksi pabrik farmasi yang dipercaya memberikan efek lebih cepat. Produsen jamu berupaya untuk mensejajarkan jamu dengan obat-obatan modern. Upaya yang dilakukan tentu harus menggunakan cara yang benar. Tidak menggunakan cara curang seperti mancampurkan obat-obat generik dalam racikan jamu. Masalah pemasaran juga cukup rumit.