Social Icons

Pages

Selasa, 22 Mei 2012

Masjid Demak: Karya Agung Keunggulan Kreatif Manusia

Raden Patah, sosok sentral pendiri Masjid Demak

Masjid Demak mewakili karya agung manusia pada zamannya. Pengertian karya agung tidak selalu berpatokan pada ukuran besar, mewah dan megahnya suatu karya tapi dinilai dari keistimewaan gagasan pemikiran suatu karya.

Masjid Agung Demak merupakan masjid pelopor ditanah Jawa.Pembangunan Masjid Agung Demak berarti ancaman bagi kerajaan-kerajaan Hindu di tanah Jawa. Sebelum datangnya pengaruh Islam, kawasan Demak berada pada pengaruh kerajaan-keraajaan Hindu seperti Majapahit.Raden Patah sebagai pemimpin cikal bakal kerajaan Demak, bersama para Wali Sanga dengan beraninya membangun masjid di kawasan kekuasaan Majapahit. 

Pada masa itu, Demak merupakan bagian kadipaten dari pemerintahan Majapahit dengan rajanya Brawijaya V yang tidak lain adalah ayah Raden Patah dari seorang selir berdarah Cina. Pada mulanya Raden Patah tidak diakui sebagai anak dari raja Brawijaya. Namun, semenjak pergolakan Raden Patah dalam pengembangan Islam di pesisiran yang mulai dianggap berbahaya karena berkemungkinan melakukan pemberontakan, maka akhirnya raja Brawijaya V mengakuinya sebagai anak kemudian mengangkatnya menjadi Adipati Demak.

Usaha Brawijaya justru membuat pengaruh Raden Patah bersama para Wali Sanga menjadi semakin besar, hingga akhirnya menjadi titik balik keruntuhan kerajaan Hindu. Raden Patah malah membangun kesultanan Islam Demak yang pada akhirnya melakukan penyerangan terhadap kerajaan Majapahit.

Keruntuhan Majapahit mendorong terjadinya perluasan wilayah kekuasaan Islam. Semenjak keberhasilan dalam penyerangan ke Majapahit berturut-turut kerajaan Islam Demak melakukan penetrasi keseluruh wilayah pesisir sehingga terbentuk kesultananan Islam baru di wilayah Cirebon dan Banten. Demak juga meneruskan penyerangan ke kerajaan Hindu Tarumenegara. Oleh karena itu masjid demak merupakan bangunan suci umat islam pertama di tanah Jawa. Unsur daya kreatifnya adalah kemampuan emosi tokoh pendiri dalam hal ini Raden Patah bersama wali sanga, yang berani menjadi pelopor kebudayaan baru ditengah kebudayaan sebelumnya Hindu-Budha yang masih kuat.

Masjid Agung Demak disebut sebagai sebuah karya agung bukan hanya dari sisi sejarah, tapi juga dapat denial dari segi arsitektur, teknik rancang bangun dan ketradisian. Masjid Agung Demak dari sisi arsitektural juga menunjukan sebuah karya yang luar biasa yang ditunjukan dari bentuk atap tumpang tiganya, mustaka, ukiran, dan beberapa ornamen-ornamen yang menggambarkan unsur sinkretisme. 

Sementara itu, dari segi rancang bangun, masjid agung demak merupakan sebuah mahakarya pada zamannya karena dibangun dengan material kayu dan bata. Material kayu merupakan teknik bangun yang baru pada masa itu.Sistem persambungan antar rangka bangunan sedemikian rupa tanpa adanya paku

Dari berbagai keunikan tersebut, Masjid Agung Demak menjadi sebuah karya agung manusia. Oleh karena itu pembangunannyapun memakan waktu yang cukup lama. Dalam membangun, para pendiripun harus benar-benar menghabiskan pikirannya untuk pembangunan masjid tersebut. Ini dibuktikan dari Sunan Kalijaga yang mencari cara membangun salah satu soko dengan ide menyatukan serutan-serutan kecil yang kmudian dipadatkan dan diikat. Ini menunjukan pembangunan Masjid Agung Demak tidak main-main, dan benar-benar menguras seluruh pikiran para pendirinya.  

Masjid Demak dan Asal Usulnya

Lukisan Masjid Agung Demak tahun 1801

Secara geografis Masjid Agung Demak berada di Desa Kauman, Kecamatan Demak kota, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Secara astronomis Kabupaten Demak sendiri terletak antara 110°2758" - 110°4847" BT dan 6°4326" - 7°0943" LS. Kompleks Masjid Agung Demak berdiri di lahan seluas 1,5 ha yang dipisahkan oleh pagar keliling dari tembok. Di depan masjid berhadapan Alun-alun kota Demak dipisahkan oleh Jalan Sultan Patah atau Jalan Semarang-Demak.

Masjid Agung Demak merupakan masjid pertama yang berdiri di tanah Jawa. Kompleks Masjid Agung Demak berdiri di lahan seluas 1,5 hektar yang dipisahkan oleh pagar keliling dari tembok. Pertama kali dibangun pada masa awal masuknya islam di pulau Jawa oleh Wali sanga di masa awal kesultanan Demak dengan Rajanya Raden Patah. Berdasarkan candra sengkala yang tertulis di prasasti bergambar bulus dan bertuliskan Sarira Sunyi Kiblating Gustimenjelaskan bahwa Masjid Agung Demak didirikan pada tahun 1401 Saka atau bertepatan dengan 1479 Masehi. 

Versi lain menyebutkan bahwa masjid ini dibangun tahun 1466 dan dinamakan Masjid Pesantren Glagahwangi dibawah asuhan Sunan Ampel. Lalu pada tahun 1477, masjid ini direhabilitasi dan diperluas menjadi Masjid Kadipaten Glagahwangi. Kemudian di tahun 1479, masjid ini kembali dipugar dan direnovasi menjadi masjid Kesultanan Bintoro Demak. Entah kapan masjid ini kemudian berganti nama menjadi Masjid Agung Demak yang namanya melekat hingga kini. (RR)
Masjid Agung Demak tampak depan, sekarang

Masjid Agung Demak telah banyak mengalami banyak perubahan. Masjid agung Demak merupakan bangunan arsitektural momentum peralihan masa pengaruh Hindu Budha berganti dengan masa pengaruh Islam. Hal itu terjadi seiring berkembangnya islam di Tanah Jawa, terutama daerah pesisir, dan runtuhnya kerajaan Hindu dan Budha.

Pola arsitektur bangunan Masjid Agung Demak tidak mengadopsi secara utuh pola arsitektur Timur Tengah tapi justru mengakulturasikan arsitektur lokal yakni Hindu-Budha di Jawa. Di beberapa bagian masjid juga dapat ditemukan piring-piring Cina. Oleh karena itu, Masjid Agung Demak dapat dikatakan sebagai mahakarya pada jamannya karena merupakan wujud jamak dari beberapa kebudayaan yang diakulturasikan.

Saat ini kompleks Masjid Agung Demak terdiri dari beberapa bagian bangunan yaitu bangunan utama masjid, menara, makam, paseban, tempat wudhu, kolam, dan museum.Luas  keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 meter persegi. Di  sisi bangunan utama, terdapat serambi masjid berukuran 31 x 15 m  dengan panjang keliling 35 x 2,35 m,bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m, dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3  m. 

Bangunan utama masjid ditopang  dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga  utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.
Dari empat soko utama masing-masing dibuat oleh empat dari Sembilan wali songo. Soko sebelah timur laut dibuat oleh Sunan Kalijaga, soko sebelah barat laut oleh Sunan Bonang, sebelah tenggara oleh Sunan Ampel, sedangkan barat daya oleh Sunan Bonang. Dari keempat soko tersebut salah satunya memiliki keunikan tersendiri yaitu soko yang di buat oleh sunan Kalijaga.Soko tersebut dinamakan soko tatal.

Ketika pertama kali didirikan bangunan Masjid Agung Demak tidak memiliki menara. Menara Masjid Agung Demak baru dibangun pada tahun 1934, yakni berupa bangunan kerangka besi yang mendukung bangunan batu bagian atas yang ditudungi oleh kubah kecil berbentuk bawang. Letak menara di pojok kiri halaman depan masjid.

Masjid Agung Demak merupakan jenis masjid makam. Di dalam kompleks Masjid Agung Demak terdapat beberapa makam tokoh penting dari kesultanan Demak. Diantaranya adalah makam Sultan Demak I yaitu Raden Patah, kemudian penerusnya, Sultan Demak II yaitu Raden Pati Unus, serta Sultan Demak terakhir Raden Trenggana. Selain makam ketiga pemimpin Kesultanan Demak tersebut, juga terdapat makam para abdi dalem Kesultanan Demak.

Sedangkan bangunan yang dikhususkan bagi wanita untuk salat berjama'ah dinamakan Pawestren yang berasal dari kata Pa-estri-an, atau berarti tempat perempuan. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati dengan bentuk atap limas dari sirap kayu jati. Bangunan ini ditopang delapan tiang penyangga. Empat di antaranya berhias ukiran motif Majapahit, dibuat zaman KRMA Arya Purbaningrat sekitar tahun 1866 M.

Minggu, 13 Mei 2012

Museum Purna Bhakti Pertiwi, Monumen Tumpeng Raksasa

 
Maket Museum Purna Bhakti Pertiwi
         Kompleks Mueseum Purna Bhakti Pertiwi adalah sebuah kompleks arsitektural yang menggagas konsep tumpeng beserta ubarampe-nya. Kompleks museum yang berlokasi di beranda depan Taman Mini Indonesia Indah ini pertama kali digagas oleh Ibu Tien Soeharto pada tahun 1984 kemudian baru terealisasi akhir tahun 1993. Konsep tumpeng menurut Hedijanto, selaku ketua direksi proyek pembangunan museum, “konsep bangunan museum merupakan simbol ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan kepada Bapak Soeharto yang telah mendarmabaktikan hidup sebagai insan bangsa, merebut, mempertahankan, mengisi kemerdekaan, serta memimpin bangsa dan negara dengan berbagai program pembangunan”.1
Salah satu koleksi : patung 3 dimensi karya seniman Bali
Bendera Merah Putih berkibar di halaman depan Museum
           Kompleks terdiri dari bangunan utama berbentuk tumpeng terbesar berwarna putih dengan puncak utama berupa mustaka lidah api. Bangunan utama dilengkapi 8 puncak semuanya berbentuk tumpeng dengan kuncup diselimuti bentuk daun pisang. Terdapat 4 bangunan pendukung menyerupai bubur merah dan bubur putih. Dua buah menara dengan puncak lidah api menyerupai dian. Selain konsep tumpeng, kompleks bangunan ini juga menggunakan pola lingkaran mandala suci, konsep asta-bratha, dan pola pohon hayat. Koleksi meseum Purna Bakti Pertiwi secara umum berisi riwayat perjuangan dan pengabdian semasa presiden Soeharto. Museum ini diisi oleh berbagai macam benda koleksi keluarga presiden Soeharto yang didapat dari hadiah dan pemberian kehormatan baik dari dalam maupun luar negeri. Koleksi tersebut diantaranya berupa kristal, porselin, keramik, gading, emas, perak, kain tenun, lukisan, gamelan, patung dan lain-lain. Sayangnya, berdasarkan pemantauan kami saat meliput, museum ini terbilang sepi pengunjung. (RR)
                       
1 Sambutan ketua direksi proyek, buku “Museum Purna Bhakti Pertiwi” Jakarta:1993


Konsep pohon Hayat diwujudkan pada rangka bangunan induk


Foto Soeharto, koleksi ruangan utama Museum

Lidah api terbuat dari perunggu, dalam masa konstruksi dipasang dengan bantuan helikopter

Kompleks Museum Purna Bhakti Pertiwi tampak dari pintu masuk
       

    

Macam-macam Tumpeng


oleh Arif Nur Setiawan
Program Studi Jawa FIB UI 2010,
Kepala Departemen Sosial Masyarakat BEM FIB UI 2012

Tumpeng Robyong
Tumpeng merupakan salah satu hasil karya masyarakat Jawa. Makna tumpeng secara leksikal tertera dalam Kamus Baoesastra Djawa (Poerwadarminta, 1937) sega diwangun pasungan ‘nasi dibentuk kerucut’. Arti tumpeng dalam Kamus Baoesastra Djawa tersebut serupa dengan artu pada Kamus Jawa Kuna-Indonesia (Mardiwarsito, 1981) ‘nasi dibentuk seperti kerucut untuk selamatan’, sedang arti tumpeng dalam Kamus Jawa Kuna-Indonesia (P.J. Zoetmulder, 2011) tumpÄ•Å‹ ‘tumpeng’. Arti tersebut juga diperkuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu nasi yang dihidangkan dalam bentuk seperti kerucut (untuk selamatan, dsb).
Terdapat berbagai macam tumpeng dalam tradisi masyarakat Jawa, antara lain sebagai berikut:
1.      Tumpeng Putih, yaitu tumpeng yang memakai kuluban ‘urap’ yang bumbunya tidak pedas. Urap ditata dipinggir tumpeng. Sayuran dalam urap harus berjumlah ganjil.
2.      Tumpeng Kuning, yaitu tumpeng yang warna nasinya kuning. Lauk pauknya berupa tahu, tempe, telur ayam, dan memakai urap.
3.      Tumpeng Robyong, yaitu tumpeng yang digunakan untuk upacara dalam khitanan, hajatan, yang sifatnya bergembira atau suka cita. Tumpeng jenis ini memiliki ciri khas, yaitu di ujung atas tumpeng terdapat telur ayam utuh, terasi bakar, bawang merah utuh, dan cabai merah, kesemuanya ditusuk seperti satai menggunakan bilah dari bambu atau sujen. Di sekelikingnya ditancapi sayur-sayuran, sehingga terkesan meriah.
4.       Tumpeng Robyong Gundhul, yaitu hampir sama dengan Tumpeng Robyong di atas, namun di sekelilingnya tidak ditancapi sayur-sayuran. Biasanya tumpeng jenis ini di buat sepasang, tetapi yang satunya tidak menggunakan telur ayam melainkan ayam hidup.
5.      Tumpeng Gundhul, yaitu tumpeng yang tidak memakai lauk pauk.
6.      Tumpeng Ropoh, yaitu tumpeng putih yang memakai pisang Raja dan pisang Pulut.
7.      Tumpeng Kencana, yaitu tumpeng yang terbuat dari ketan dan lauknya adalah telur dadar. Tumpeng jenis ini memakai urap.
8.      Tumpeng Bango Tulak, yaitu tumpeng yang digunakan sebagai tolak balak. Tumpeng jenis ini memiliki ciri khas yaitu di bagian bawah berwarna hitam dan berwarna putih di bagian atasnya.
9.      Tumpeng Panggang, yaitu tumpeng yang menggunakan urap dan lauknya ayam panggang.
10.  Tumpeng Dhuplak, yaitu tumpeng yang memakai telur ayam rebus, tahu, tempe, ayam panggang, dan urap.
11.  Tumpeng Kendhit, yaitu tumpeng putih yang memakai parutan kunyit dan tengah tumpeng berwarna putih.
12.  Tumpeng Megana, yaitu tumpeng yang menggunakan urap, sayur-sayuran, dan ikan asin berbumbu pedas. Tumpeng jenis ini digunakan untuk upacara wetonan.
13.  Tumpeng Urubing Damar, yaitu tumpeng yang digunakan untuk sesaji kepada Ratu Pantai Selatan. Tumpeng ini berbentuk kecil dan di sebelah kiri dan kanannya terdapat lampu yang terbuat dari bambu.
14.  Tumpeng Pangkur, yaitu tumpeng yang digunakan untuk selamatan orang meninggal dunia. Tumpeng jenis ini berwarna putih dan lauk pauknya hampir sama seperti tumpeng yang lain.

Berbagai macam jenis tumpeng di atas, sering digunakan oleh masyarakat Jawa untuk keduri atau merayakan suatu peristiwa penting, yaitu mulai dari dalam kandungan hingga meninggal dunia. Dalam tumpeng terkandung berbagai macam filosofi, misalnya: (1) tumpeng merupakan lambang kemakmuran; (2) tumpeng sebagai lambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan (3) tumpeng merupakan simbol penyeimbang alam semesta.

  

Gunane Primbon Saliyane Dadi Petungan Jodho, Lair lan Salaki-Rabi

A
date primbon pancen dingerteni dening para masyarakat dadi salah sawijining buku sing ngandharake babagan sing ana gandheng cenenge karo petungan jodho, petungan lair lan petungan salaki-rabi. Ananging apa kang dadi sawangane para masyarakat ngenani primbon sing mengkono mau pancen bener ora ana lupute. Amarga kabeh sing mengkono kuwi di andharake kanthi gamblang ana  ing primbon. Saka petungan lair kang dietung nganti petungan jodhone manungsa kabeh ana ing primbon.

Rabi

Ananging apa ngerti apa guna liyane saka primbon kuwi. Apa mung kanggo petungan jodho? Kabeh kuwi salah yen dimangerteni kanthi mengkono. Anane primbon ora mung ngenani bab kuwi nanging kabeh sing ana ing panggesangane manungsa diandhareake ana ing primbon. Tuladhane yaiku kayata pranata mangsa, ngalamate wong ngimpi, ngalamate ati geter, ngalamate keduten, katurangganing wanita utama, rajah, sarat, sajen, laku, mantra, lan sapanunggalane. Kabeh kuwi pepak ana ing primbon. Yen disawang rak kabeh kuwi ana ing uripe manungsa ora ana kajabane.  -BRI

Asal Usul Tahun Jawa


Sultan Agung Anyakrakusuma
 Salah satu hal terpenting dalam primbon adalah penanggalan Jawa. Penanggalan Jawa dimulai pada zaman pemerintahan Sultan Agung Anyakrakusuma yaitu tanggal 1 Sura Taun Alip 1555 atau tanggal 8 Juli 1633 dalam penanggalan Masehi. Sedangkan menurut penanggalan Arab jatuh pada tanggal 1 Sura Taun Alip 1555.
Dalam penyusunan penanggalan Jawa ini terdapat unsur politik dalam pemerintahan Sultan Agung Anyakrakusuma. Sultan ingin membuat negeri Mataram berdaulat penuh dengan melepaskan diri dari VOC dengan membuat tanggalan sendiri. Namun di dalam negeri Mataram masih terdapat perbedaan pendapat mengenai perhitungan tahun antara orang-orang yang menganut kejawen dengan orang pesantren yang mengikuti tahun Arab yang dikenal sebagai Tahun Hijriah. Untuk mempersatukan kedua aliran inilah akhirnya Sultan Agung Anyakrakusuma memadukan kedua perhitungan tahun tersebut.
Nama-nama tahun memakai nama-nama dalam bahasa Arab, sedangkan nama-nama hari disesuaikan dengan bahasa Jawa. Sehingga penanggalan ini benar-benar milik orang Jawa dan bukan hanya milik penganut kejawen ataupun orang pesantren. Kedua belah pihak yang berbeda pendapat ini dapat menerima Tahun yang baru ini dan dinamakan Tahun Jawa oleh Sultan Agung Anyakrakusuma.(PDS)

1.      Penanggalan Jawa 120 Tahun Kurup Asapon

Primbon dalam Bingkai Budaya Jawa


Oleh: Norma Rizkiananingrum
Kepala Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya BEM FIB UI

Primbon sebagai sistem pengetahuan orang Jawa
 


      Di tengah maraknya perkembangan teknologi tidak jarang masyarakat masih memegang teguh produk-produk budaya yang bisa dikatakan “kuno”. Ilmu-ilmu tradisional tampaknya masih belum bisa disingkirkan begitu saja oleh masyarakat, termasuk masyarakat Jawa. Saat ini ilmu-ilmu tradisional masih berjalan beriringan dengan kecanggihan teknologi, salah satunya adalah penggunaan primbon. Bahkan tak jarang masyarakat Jawa beranggapan bahwa primbon adalah sumber bacaaan untuk menuju keselamatan dan kebahagian bagi pembacanya. Terlepas dari pemahaman subjektif tentang primbon, di sini penulis akan memaparkan secara singkat arti dan peran primbon bagi mayarakat Jawa. 

       Sejauh ini penulis menemukan dua versi pengertian primbon secara etomologis. Dalam versi pertama Bani Sudardi (2002) menerangkan bahwa primbon berasal dari kata dasar “imbu” yang berarti “memeram buah agar matang”, dan kemudian mendapat imbuhan pari- dan akhiran -an sehingga terbentuk kata primbon. Secara umum, primbon adalah buku yang menyimpan pengetahuan tentang berbagai hal. Sedangkan Romo RDS Rsnoewidjojo dalam bukunya berjudul Primbon Masa Kini (2009: vii) menuliskan bahwa primbon berasal dari bahasa Jawa “bon” (“mbon” atau “mpon”). “Bon”memiliki arti “induk”, lalu kata tersebut mendapat awalan “pri-” (peri-) yang berfungsi meluaskan kata dasar. Jadi, buku primbon dapat diartikan sebagai induk dari kumpulan-kumpulan catatan pemikiran orang Jawa. 

       Berdasarkan data analisis para peneliti, primbon sudah dikenal sejak abad ke-8. Pernyataan tersebut bersumber dari adannya prasasti di Candi Perot (772), Haliwangbang (779) dan Kudadu (1216) (Subalidinata.1985:53). Selanjutnya peninggalan primbon terlengkap dan masih digunakan hingga saat ini adalah bersumber dari Serat Centhini, sebuah serat yang ditulis oleh Ingkang Sinuhun Paku Buwana IV (1788-1820). Secara garis besar, primbon berisi tentang pengetahuan akan kebutuhan sehari-hari masyarakat Jawa, misalnya mengenai kelahiran, perkawinan, kematian, kebatinan, kesaktian dan keseimbangan dengan alam. Hal-hal tersebut diwujudkan dengan adanya sistem penanggalan; petungan; ngalamat dan katuranggan; rajah, sarat dan sajen; laku, mantra dan aji

       Disamping keberadaan primbon yang saat ini masih banyak dicari, juga banyak dijumpai masyarakat yang kontra. Memang diakui kebenarannya bahwa cukup banyak hal-hal yang terdapat dalam primbon belum dapat dijelaskan secara rasional. Namun kembali lagi, bahwa primbon adalah produk budaya, bagian dari ilmu pengetahuan dan terejawantahkan dengan teknologi. Primbon sebagai induk ilmu pengetahuan Jawa cukup memiliki peran besar bagi masyarakat Jawa misalnya dalam pranata mangsa. Pranata Mangsa adalah sistem perhitungan musim yang diciptakan dan digunakan oleh masyarakat Jawa. Perhitungan musim tersebut sangat membantu masyarakat Jawa dalam memilih waktu yang tepat untuk bercocok tanam, berlaut mencari ikan dan berburu. Sebuah produk budaya yang bernilai tinggi.