Oleh Aswinna, Ilham Saiful Mubin, Galuh Wulandari Sasongko, Rara Indah Nova Nindyah, Yaman Sangadji
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang besar, sehingga banyak sekali jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan kesehatan, kecantikan, bahan pangan, dan lain-lain. Jamu merupakan salah satu obat tradisional sebagai alternatif pengganti obat-obatan kimia yang sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat Indonesia. Pada awalnya, jamu diolah secara tradisional dan seiring perkembangan zaman, jamu diolah menggunakan mesin atau sistem kerja pabrik.
Seperti yang dikemukakan oleh Menteri Kesehatan RI, Endang Rahayu Sedyaningsih, “Demi mewujudkan target menjadikan jamu tradisional sebagai tuan rumah di negeri sendiri, pemerintah sudah menyatakan komitmennya mengawali industri jamu nasional”.1Adanya pernyataan tersebut, memunculkan harapan baru bangkitnya industri jamu di Indonesia.
Semakin maraknya penggunaan obat modern oleh masyarakat belakangan ini, turut menggeser popularitas obat-obatan tradisional seperti jamu. Hal itu berdampak pada produktivitas industri jamu baik yang berskala besar maupun kecil. Tidak terkecuali industri jamu di Desa Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Desa Nguter, merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang para penduduknya sudah mengenal tradisi‘ngombe jamu’atau ‘minum jamu’sejak zaman dahulu. Kebiasaan tersebut dilakukan secara turun temurun dan terus berkembang hingga kini. Beberapa masyarakat di Nguter bahkan telah mendirikan pabrik jamu dalam skala kecil maupun besar. Jamu olahan hasil pabrik tersebut didistribusikan melalui sentra distribusi jamu di Pasar Nguter.
Pemerintah melalui dinas perdagangan dan BPOM memiliki peran penting dalam hal kemajuan kegiatan perekonomian di Nguter. Akan tetapi perlu adanya koordinasi yang baik antara pemerintah dengan para pengrajin jamu. Sebenarnya, dalam proposi mana pemerintah turut serta dalam memperlancar berjalannya industri jamu dan kendala apa saja yang dialami para pengrajin jamu dengan adanya bantuan pemerintah tersebut.
Bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah disalurkan melalui KOJAI. Baik peralatan, dana, dan perizinan diterima oleh KOJAI lebih dahulu. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah belum semua pengrajin masuk menjadi anggota KOJAI. Oleh karena itu, ada ketimpangan dalam hal pemerataan bantuan. Sebenarnya, apa itu KOJAI dan bagaimana perannya dalam penyaluran bantuan?
KOJAI dan Peran Pemerintah Daerah
Seiring dengan perkembangan industri jamu rumahan, sejak tahun 1977 di Sukoharjo telah didirikan Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI) dengan Drs. Moertejo sebagai pendirinya. Tujuannya, menghimpun pengrajin jamu dengan memberikan bimbingan serta arahan tentang cara memproduksi jamu yang higienis. Pada mulanya, KOJAI merupakan bagian dari Gabungan Perusahaan Jamu Indonesia (GPJI) lalu kemudian memutuskan untuk berdiri sendiri secara mandiri. Saat ini KOJAI telah memiliki anggota sebanyak 72 pengrajin jamu. KOJAI didirikan dengan asas kekeluargaan. Salah satu realisasi dari tujuan utama, KOJAI secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas masalah yang dihadapi oleh pengrajin jamu beserta solusinya setiap bulannya.
Terkait bantuan pemerintah, menurut Ibu Suwarsi Moertejo selaku ketua KOJAI, pemerintah telah memberikan bantuan berupaadministrasi, promosi, peralatan produksi, dan dana pinjaman. Dalam hal administrasi, bantuan tersebut antara lain seperti perizinan peredaran barang dan perizinan label. Bantuan-bantuan dari pemerintah tersebut disalurkan melalui KOJAI. Pada akhirnya KOJAI sendirilah yangmengelola bantuan tersebut hingga sampai pada anggota-anggotanya.
Sedangkan dalam hal bantuan dana, pemerintah daerah telah mengucurkan dana sebesar dua ratus juta rupiah dengan jangka pengembalian enam tahun. Dana pinjaman tersebut berupa pinjaman lunak atau modal simpan pinjam. Dana ini disalurkan melalui KOJAI. Dari KOJAI, dana tersebut langsung disalurkan ke para anggotanya. Selain itu, pemerintah juga memberikan tambahan dana bantuan berupa uang binaan meskipun jumlahnya tidak seberapa.
Dari sisi bantuan peralatan produksi, pemerintah telah menghibahkan sejumlah peralatan seperti mesin penggiling, mesin pengering, mesin perajang, dan empon-empon (sejenis tanaman untuk jamu). Sayangnya, pemberian bantuan peralatan tersebut belum merata.
Mengenai bantuan dalam bentuk promosi, pemerintah menyediakan sarana promosi jamu pada acara-acara tertentu yang diadakan oleh pemerintah daerah meskipun tidak dilakukan secara berkala. Di tingkat provinsi, gubernur juga mengadakan seminar tentang jamu setiap setahun sekali yang diikuti oleh pengrajin jamu di Jawa Tengah.
Secara hukum, pemerintah memberikan kebijakan-kebijakan khusus terkait pemberdayaan usaha jamu.Kebijakan tersebut berupa undang-undang. Salah satunya, undang-undang yang melarangpencampuran jamu dengan bahan kimia serta aturan izin peredaran jamu. Oleh karena itu, banyak penjual yang menjual jamu-jamu yang belum mendapatkan izin.
Di bidang perizinan, pemerintah telah sedikit mempermudah permohonan berbagai perizinan terkait usaha jamu meskipun dalam kenyataannya para pengusaha jamu masih kesulitan. Sebelumnya, proses perizinan usaha jamu memakan waktu yang terlalu lama (membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 2 tahun), persyaratan yang diajukan Dinas Kesehatan juga banyak, diantaranya uji laboratorium yang membutuhkan biaya mahal. Perizinan lebel yang membutuhkan biaya yang mahal itu ternyata menjadi momok bagi para pengrajin jamu. Selain itu, terkadang ada razia dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang pada ujungnya meminta uang.
Selain itu, dari pihak pemerintah sering melakukan kunjungan ke pasar Nguter. Biasanya yang melakukan kunjungan adalah bupati, gubernur, dan pihak pemerintah daerah. Tidak hanya itu, dari Kementrian Koperasi juga melakukan kunjungan. Akan tetapi, kunjungan tersebut hanya sekadar melihat dan mengetahui keadaan disana, tanpa menindak lanjutinya. Dalam kunjungan tersebut juga tidak ada semacam pengarahan yang bermanfaat bagi para penjual.
Dalam sistem pemasaran industri jamu di Nguter, sejauh ini tidak ada masalah-masalah yang serius. Hasil produksi jamu-jamu di Nguter tidak hanya dipasarkan di pulau Jawa saja, tetapi juga sampai ke Kalimantan. Pemasaran jamu ke pulau Kalimantan, dilakukan melalui cara pemaketan barang. Biasanya para pemesan tidak hanya memesan satu jenis produk saja tetapi memesan secara borongan bersamaan dengan produk lainnya. Keberhasilan dalam promosi itu ternyata tanpa campur tangan dari pemerintah. Para pengusaha jamu mendistribusikan barang-barangnya lewat agen-agen yang sudah tersebar di pulau Jawa.
Para pengrajin jamu sangat membutuhkan bantuan dari pihak pemerintah baik dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat guna menunjang kelancaran usaha mereka. Seperti yang terlihat di pasar Nguter, ada beberapa penjual yang beralih profesi menjadi penjual sembako, penjual peralatan rumah tangga, dan ada yang membuka warung makan. Hal itu mengindikasikan terjadi kelesuan ekonomi pada waktu tertentu yang mengakibatkan para penjual gulung tikar. Pemerintah, sebagai pihak yang berwenang diharapkan bisa mengentaskan masalah tersebut.
Pada kenyataannya meskipun bantuan pemerintah cukup banyak, bantuan-bantuan tersebut dirasa belum cukup untuk mewujudkan Desa Nguter sebagai sentra industri jamu rumahan. Diperlukan adanya kerjasama antar berbagai pihak, mulai dari pemerintah, koperasi, dan para pengusaha jamu secara sinergis untuk mewujudkan tujuan tersebut. Tidak terkecuali masyarakat yang dalam hal ini sebagai konsumen.
Jamu Gendong dan Peran Pemerintah Daerah
KOJAI sebagai satu-satunya penghimpun yang memayungi industri jamu rumahan di Nguter. Sementara banyak sekali hambatan untuk ikut serta menjadi anggota KOJAI, maka banyak pengrajin jamu yang memilih menjadi penjual jamu gendong. Biasanya, penjual jamu gendong diperankan oleh perempuan-perempuan desa yang memiliki tekad kuat untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang kurang.
Di Nguter, banyak sekali penjual jamu gendong. Adanya jamu gendong di desa Nguter yaitu bermula dari tradisi warga yang secara turun-temurun memanfaatkan tanaman berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit dan menambah stamina. Lantaran khasiatnya yang dirasakan sangat bermanfaat, maka banyak warga yang mulai meracik jamu sendiri dan membuatnya dalam bentuk cair. Karena menjual jamu sangat menguntungkan, akhirnya banyak warga yang menjual jamu, salah satunya munjual jamu gendong.
Penjual jamu gendong secara fisik yaitu seorang perempuan yang menggendong bakul dengan berisi botol-botol jamu. Di salah satu tangannya membawa sebuah ember berisi air untuk mencuci gelas-gelas jamu yang sudah digunakan untuk minum jamu. Penjual jamu gendong di Nguter mulai berkeliling sejak pagi buta dari desa ke desa, rumah ke rumah, jalan ke jalan hingga sore hari.
Selain di desa, penjual jamu gendong ada pula yang merantau keluar kota seperti Semarang, Solo, Jakarta dan Surabaya. Dari segi penghasilan dan penjualan, jamu gendong yang dijual di desa dengan di kota tentu terdapat perbedaan. Di desa, harga per gelasnya sangat murah, yaitu lima ratus rupiah hingga seribu rupiah. Sedangkan di kota, bisa mencapai dua ribu rupiah hingga tiga ribu rupiah pergelasnya. Dari penjualan tersebut, penghasilan jamu gendong yang merantau keluar kota lebih menguntungkan dibandingkan dengan jamu gendong di desa.
Penghasilan dari penjualan jamu gendong di luar kota mampu digunakan untuk membiayai sekolah anak-anak mereka dan untuk membangun rumah yang lebih layak. Perbedaan ini terlihat dari kondisi rumah penjual jamu gendong. Rumah penjual jamu gendong yang merantau umumnya permanen, besar, berlantai keramik, bercat menarik dan tergolong mewah. Sedangkan rumah penjual jamu gendong di desa terbuat dari gedhek (anyaman bambu), kayu, dan lantai biasa atau malah masih tanah.
Salah satu penghargaan yang diberikan pemerintah kepada penjual jamu gendong adalah didirikannya monumen “Jamu Gendong” di Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Monumen ini berupa patung seorang perempuan penjual jamu setinggi 1,6 meter terbuat dari batu kali. Patung perempuan penjual jamu tersebut tidak jauh beda penampilannya dengan penjual jamu gendong yang asli, yaitu patung tersebut dibuat dengan setelan kebaya lurik dan berkain batik, menggendong bakul yang di dalamnya terdapat sejumlah botol berisi berbagai jenis jamu. Parasnya manis, tatapannya tajam lurus ke depan. Patung mbok jamu tersebut tampak “Perkasa”.
Monumen “Jamu Gendong” dibangun pada awal tahun 1990-an oleh warga desa setempat. Direnovasi dan diresmikan Bupati Sukoharjo, Bambang Riyanto, pada 24 Mei 2004. Monumen ini dibangun sabagai bentuk penghargaan untuk memuliakan keperkasaan perempuan-perempuan penjual jamu gendong di Nguter.
Kesimpulan
Antara pemerintah, KOJAI, dan pengrajin jamu belum ada koordinasi yang baik. Pemerintah dalam proporsinya sebagai pengawas atau pengontrol, penyeimbang, dan pemberi bantuan sudah melakukan tugasnya dengan baik namun perlu adanya peningkatan karena pemanfaatan yang diterima oleh pengrajin belum merata. Pengawasan terhadap petugas yang menyalahi prosedur sehingga menimbulkan kerugian masyarakat pengonsumsi jamu. Selain itu, perlu adanya sosialisasi berkala untuk meningkatkan pengetahuan mengenai tata kelola indistri jamu.
KOJAI yang dalam hal ini sebagai perantara dari berbagai bantuan pemerintah selayaknya perlu meningkatkan perannya untuk mengajak para pengrajin jamu menjadi anggotanya sehingga lebih mudah dalam pemerataan bantuan. KOJAI dalam hal ini berperan sangat penting sebagai pengayom sekaligus bagi para pengrajin jamu.
Pengrajin jamu sebagai pusat pengelola jamu perlu meningkatkan SDM. Peningkatan SDM didapatkan dengan mengikuti berbagai sosialisasi dan seminar. Para pengrajin jamu seharusnya aktif dalam upaya-upaya penanganan industri jamu itu sendiri. Mereka juga harus mempunyai inovasi-inovasi untuk mempertahankan dan memajukan industri jamu yang mereka kelola. Terakhir, pengrajin jamu juga harus mejaga hubungannya dengan KOJAI dan berbagai instansi pemerintah yang berhubungan.
Pasar Nguter, salah satu pasar yang terkenal dalam penjualan jamu di Desa Nguter,
Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah
Salah satu ruang pamer produk sekretarian Koperasi Jamu Indonesia (KOJAI), KOJAI berdiri pada tahun 1977 dan keberadaannya sangat
membantu para pengrajin jamu dalam merintis industri jamu di Nguter