Social Icons

Pages

Minggu, 11 Maret 2012

Wirabraja : Sisa-sisa Kekuatan Pertahanan Keraton Yogya

Kesatuan Wirabraja


Pemerintahan yang kuat tentu harus didukung dengan sistem pertahanan yang kuat pula. Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah kraton pecahan dari Mataram juga memiliki sistem pertahanan yang kuat di masa kejayaannya. Meskipun kini Ngayogyakarta Hadiningrat telah bergabung dan menjadi bagian dari Republik Indonesia, sisa-sisa kekuatan pertahanan itu masih terlihat dari sepuluh kesatuan prajurit yang dimilikinya. Kesatuan Wirabraja atau bergada Wirabraja adalah contoh salah satu dari sepuluh kesatuan prajurit di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang masih bertahan hingga sekarang.
Bergada ini terdiri dari 4 perwira berpangkat panji, 8 bintara berpangkat sersan, 72 prajurit dan 2 orang pembawa duaja. Prajurit terdiri dari pasukan infantri dan kaveleri. Komandan pasukan ini menduduki tingkat bupati. Senjata yang dipergunakan kesatuan ini antara lain keris, bedil, dan tombak. Bergada prajurit Wirabraja menggunakan seragam berbentuk sikepan, ikat pinggang kain satin dan celana panji dengan dominasi keseluruhan seragam berwarna merah. Warna merah merupakan simbol keberanian dan semangat membara. Kundhup tari yakni topi yang digunakan prajurit, berbentuk corong melengkung berwarna merah sehingga tampilan keseluruhan prajurit mirip seperti ‘cabai merah’. Oleh karena itu, kesatuan Wirabraja kerap dijuluki “lombok abang”.

Secara bahasa, Wirabraja terdiri dari dua kata yakni ‘wira’ berarti ‘lelaki, prajurit’ sedangkan ‘braja’ berarti ‘senjata, topan, angin kencang’.  Maknanya, bahwa kesatuan ini adalah kesatuan prajurit yang tangkas, cepat, dan tepat dalam menjalankan  setiap misinya. Bergada Wirabraja dibentuk pada masa pemerintahan Hamengkubuwana I tepatnya tahun 1755. Kesatuan ini selalu menjadi garda terdepan dalam  memberikan pengawalan Kraton Yogya. Dalam suatu babad diceritakan perlawanan bersenjata secara besar-besaran antara pasukan Yogya melawan serangan pasukan Inggris yang berjumlah ribuan pada Juni 1812. Pasukan inggris dipimpin oleh Gillespie, sedangkan Yogya dibawah kepemimpinan Hamengkubuwana (HB) II. Pada saat itu pasukan Yogya dikabarkan sudah mulai menggunakan senapan api dan meriam.
Kekuatan itu justru menurun sejak masa pemerintahan HB III bergada Wirabraja dan bergada-bergada lainnya di Kraton Yogya dilucuti berdasarkan perjanjian dengan penjajah Inggris yang dipimpin oleh Raffles tertanggal 2 Oktober 1812. Pembatasan jumlah dan pelemahan kekuatan membuat bergada prajurit Wirabraja akhirnya pudar. Larangan Kraton memiliki prajurit di masa penjajahan Jepang tahun 1942 membuat kesatuan inipun tenggelam. Setelah tahun 1972 bergada Wirabraja dan 9 kesatuan lainnya dari 13 kesatuan di masa HB VII kembali direkonstruksi.  
Sekarang bergada Wirabraja tidak lagi memiliki fungsi militer secara penuh. Kedudukannya hanya menjadi bukti sosial budaya kekuatan pertahanan Ngayogyakarta di masa lampau. Dalam jangka waktu setahun, paling tidak pasukan ini muncul dalam tiga kali upacara, yakni pada Garebeg Mulud, Garebeg Besar, dan Garebeg Syawal. Fungsi strategis kesatuan ini di masa lampau digambarkan dengan posisi terdepan dalam arak-arakan upacara Garebeg tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar