Menyebar benih ditengah cuaca yang tak tentu |
Jika ada orang yang berpendapat "jaman saiki jaman edan",
tentulah benar. Tak hanya pola perilaku manusia namun musim pun dapat berubah.
Seperti halnya musim di Indonesia yang menyebabkan berubahnya pula musim tanam
di Indonesia. Para petani biasanya melihat perubahan musim dari rasi bintang
pun sekarang sudah berubah. Rasi bintang sudah tidak akurat lagi. Padahal pada
zaman dahulu, dengan melihat bintang saja para petani sudah bisa memprediksi
musim tanam. Saat ini musim sudah bercampur, hujan di musim kemarau dan banjir
di musim penghujan.
Sehingga masa tanam pun membingungkan. Perubahan cuaca yang tak menentu inilah
yang biasa disebut Anomali (penyimpangan) cuaca. Anomali cuaca ini sulit
diperkirakan, tidak hanya mengakibatkan puso atau gagal panen, tetapi juga
memaksa petani menanam ulang padi karena terjangan banjir atau kekeringan.
Sama seperti yang terjadi di Klaten, Madubranta berhasil mewawancarai pak
Trisno Tiyoso salah satu petani yang ada disana. Beliau menganggap bahwa dengan
adanya anomali cuaca, itu merupaka sebuah ujian untuk naluri pertaniannya. Pak
Trisno menganggap bahwa ilmu yang ia peroleh turun temurun tentang pertanian
sudah cukup untuk mengatasi anomali cuaca ini.
Curah hujan di setiap tempat berbeda-beda, di Klaten biasanya musim tanam (MT)
tanaman padi harus dimulai pada bulan Oktober, sehingga pada bulan Desember
bisa dipanen. Sedangkan musim tanam kedua, kata dia, harus dimulai pada
bulan Maret. Musim tanam satu dan dua biasanya para petani perlu pintar
menyiasati pengairan air di sawah. Tidak seperti pada musim tanam tiga dimana
petani tidak terlalu membutuhkan air karena hanya menanam palawija.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar