Social Icons

Pages

Minggu, 13 Mei 2012

Primbon dalam Bingkai Budaya Jawa


Oleh: Norma Rizkiananingrum
Kepala Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya BEM FIB UI

Primbon sebagai sistem pengetahuan orang Jawa
 


      Di tengah maraknya perkembangan teknologi tidak jarang masyarakat masih memegang teguh produk-produk budaya yang bisa dikatakan “kuno”. Ilmu-ilmu tradisional tampaknya masih belum bisa disingkirkan begitu saja oleh masyarakat, termasuk masyarakat Jawa. Saat ini ilmu-ilmu tradisional masih berjalan beriringan dengan kecanggihan teknologi, salah satunya adalah penggunaan primbon. Bahkan tak jarang masyarakat Jawa beranggapan bahwa primbon adalah sumber bacaaan untuk menuju keselamatan dan kebahagian bagi pembacanya. Terlepas dari pemahaman subjektif tentang primbon, di sini penulis akan memaparkan secara singkat arti dan peran primbon bagi mayarakat Jawa. 

       Sejauh ini penulis menemukan dua versi pengertian primbon secara etomologis. Dalam versi pertama Bani Sudardi (2002) menerangkan bahwa primbon berasal dari kata dasar “imbu” yang berarti “memeram buah agar matang”, dan kemudian mendapat imbuhan pari- dan akhiran -an sehingga terbentuk kata primbon. Secara umum, primbon adalah buku yang menyimpan pengetahuan tentang berbagai hal. Sedangkan Romo RDS Rsnoewidjojo dalam bukunya berjudul Primbon Masa Kini (2009: vii) menuliskan bahwa primbon berasal dari bahasa Jawa “bon” (“mbon” atau “mpon”). “Bon”memiliki arti “induk”, lalu kata tersebut mendapat awalan “pri-” (peri-) yang berfungsi meluaskan kata dasar. Jadi, buku primbon dapat diartikan sebagai induk dari kumpulan-kumpulan catatan pemikiran orang Jawa. 

       Berdasarkan data analisis para peneliti, primbon sudah dikenal sejak abad ke-8. Pernyataan tersebut bersumber dari adannya prasasti di Candi Perot (772), Haliwangbang (779) dan Kudadu (1216) (Subalidinata.1985:53). Selanjutnya peninggalan primbon terlengkap dan masih digunakan hingga saat ini adalah bersumber dari Serat Centhini, sebuah serat yang ditulis oleh Ingkang Sinuhun Paku Buwana IV (1788-1820). Secara garis besar, primbon berisi tentang pengetahuan akan kebutuhan sehari-hari masyarakat Jawa, misalnya mengenai kelahiran, perkawinan, kematian, kebatinan, kesaktian dan keseimbangan dengan alam. Hal-hal tersebut diwujudkan dengan adanya sistem penanggalan; petungan; ngalamat dan katuranggan; rajah, sarat dan sajen; laku, mantra dan aji

       Disamping keberadaan primbon yang saat ini masih banyak dicari, juga banyak dijumpai masyarakat yang kontra. Memang diakui kebenarannya bahwa cukup banyak hal-hal yang terdapat dalam primbon belum dapat dijelaskan secara rasional. Namun kembali lagi, bahwa primbon adalah produk budaya, bagian dari ilmu pengetahuan dan terejawantahkan dengan teknologi. Primbon sebagai induk ilmu pengetahuan Jawa cukup memiliki peran besar bagi masyarakat Jawa misalnya dalam pranata mangsa. Pranata Mangsa adalah sistem perhitungan musim yang diciptakan dan digunakan oleh masyarakat Jawa. Perhitungan musim tersebut sangat membantu masyarakat Jawa dalam memilih waktu yang tepat untuk bercocok tanam, berlaut mencari ikan dan berburu. Sebuah produk budaya yang bernilai tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar