Social Icons

Pages

Sabtu, 05 Januari 2013

Pembuatan Candi

Teknik menyambung batu dalam pembuatan candi
Orang yang memprakasai untuk membuat candi disebut Yajamana. Yaamana harus menghubungi Maha Brahmana dengan para pekerjanya yang disebut Silpin. Lalu mereka harus mencari tempat yang dirasa pas untuk membangun monumen suci ini, dan biasanya tempat yang dekat dengan air atau lebih bagus lagi jika lokasinya di dekat pertemuan dua sungai (tempuran). Selain itu ada beberapa lahan terlarang untuk lokasi candi, misalnya tanah bekas pembakaran mayat, tanah berpasir, tanah berbatu, dan tanah rawa. Setelah kira-kita ketemu, lahan masih harus menjalani beberapa tahap pemeriksaan.

Tahap pertama, pemeriksaan tanah yang disebut juga Bhupariksa. Tahap ini bisa melalui dua cara, cara magis atau dengan cara biasa. Jika melalui cara biasa, yang pertama di periksa adalah kepadatan tanahnya. Ada berbagai macam cara. Cara yang pertama, tanah digali lalu diisi air dan dibiarkan selama 24 jam. Esok harinya diperiksa kembali, jika air terserap habis atau hanya tersisa sedikit artinya tanah tersebut tidak baik karena terlalu gembur. Jika air berkurangn hanya sedikit, itu berartintanah itu juga tidak baik. Tanah yang paling baik adalah tanah yang airnya tersisa setengah. Selain lewat cara ini, cara lain untuk memeriksa kepadatan tanah adalah dengan menggali lalu diurug lagi. Kalo setelah diurug tanahnya terlalu sedikit maka artinya tanah itu tidak bagus, begitu juga jika tanahnya berlebihan, jadi harus sama rata.

Lalu memasuki tahap kedua. Di tahap ini yang di uji adalah kandungan gas tanah. Caranya? Pada malam hari clupak (pelita dari tanah liat) diletakkan di atas tanah yang dimaksud. Jika pada saat api dinyalakan langsung padam, artinya tanah tersebut tidak baik karena banyak mengandung gas beracun. Namun jika api menyala tapi mengarah ke selatan juga tidak baik karena selatan adalah arah dewa kematian (Dewa Yama). Yang paling bagus adalah jika api tersebut menyala tegak lurus.

Tahap yang ketiga menguji kesuburan tanah. Tanah diairi, dicangkul, dibajak, lalu ditaburi benih. Seandainya benih itu berhasil tumbuh dalam waktu 1-2 hari maka tanah ini adalah tanah brahmana (kualitas nomor wahid). Jika benih berhasil tumbuh dalam waktu 3-4 hari disebut tanah ksatria. Namun jika tumbuh dalam waktu 5-6 hari disebut tanah waisya.  Dan yang terakhir, jika benih tersebut tumbuh lebih dari 7 hari maka disebut tanah sudra yang lebih baik tidak perlu dipakai. Tes ini dilanjutkan dengan menguji warna dan bau tanah. Tanah Brahmana biasanya berwarna seperti mutiara dan berbau harum sementara tanah ksatria berwarna merah dan berbau darah. Tanah waisya berwarna kuning keemasan, dan tanah sudra berwarna gelap atau kelabu.

Setelah bhupariksa selesai dilakukan, saatnya membangun candi. Lahan yang dipilih dibatasi dengan benang putih berbentuk persegi dengan garis diagonal yang juga ditandai dengan benang. Sehingga dapat titik tengah yang disebut Brahmasthana, yang berarti ‘tempat bersemayamnya Dewa Brahma.’ setelah itu dibuatlah kotak-kotak atau grid. Sistem pengkotakan ini disebut Vastupurusa Mandala, dimana masing-masing kotak terdiri dari satu nama dewa. Lalu, titik tengah tempat bersemayamnya Dewa Brahma tadi digali 1x1 meter dan didasarnya diletakkan peripih (Garbhapatra) yang berisi benda-benda perlambang panca maha bhuta (lima unsur alam), yaitu akasa, tanah, air, api, dan angin. Simbol-simbol yang digunakan dapat berupa biji, benang, kertas emas (biasanya bertuliskan mantra atau nama dewa), cermin perunggu, dan tulang hewan Untuk unsur api biasanya diwakilkan oleh abu, karena itu ahli-ahli Belanda zaman dulu mengidentikkan candi dengan makam. Pendapat ini ditentang oleh arkeolog Indonesia yang bernama R. Soekmono. 

Diatas titik tengah inilah biasanya dibangun candi induk, tapi ada banyak candi di Indonesia yang tidak menerapkan aturan ini. Tapi ada teknik penyusunan batu maupun bata yang khas dari candi. Untuk candi berbahan bata tekniknya lebih sederhana. Bata digosokkan satu sama lain sampai tercipta bubuk yang dapat berperan seperti semen lalu diperciki dengan air.

Candi yang menggunakan batu lebih rumit karena batu-batu tersebut disambung-sambung satu sama lain. Ada banyak teknik sambungan batu yang kita kenal, salah satunya teknik sambungan batu langsung. Caranya? Satu batu di salah satu permukaannya dibuat sebuah tonjolan, dan di batu lain di buat semacam ‘lembah’ yang cocok dengan batu satunya lagi. Ada juga sambungan batu pengunci. Di teknik ini, batu yang akan dipasang tidak dikaitkan satu sama lain seperti pada teknik yang pertama, melainkan lewat bantuan batu pengunci di tengah-tengah kedua batu itu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar